450 Orang Sudah Membaca
Wartapublik.net, Kalianda – Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Kabupaten Lampung Selatan, Anasrullah, S.Sos., M.M. mengkritisi sejumlah media daring yang menerbitkan berita tanpa menyajikan data yang akurat dan faktual.
Bahkan Anasrullah mengindikasikan artikel tersebut dimuat tanpa memperhatikan kaidah-kaidah jurnalistik yang berlaku, seperti kode etik jurnalistik (KEJ) dan pedoman media siber sesuai dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Anasrullah menyebut, media daring yang dimaksud yakni pesawaran.pikiran-rakyat.com dan bandarlampung.pikiran-rakyat.com. Dua media siber tersebut melansir subtansi berita yang sama, meski dengan penyajian dan judul yang agak berbeda.
“Itu media yang pesawaran, pakai foto Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi. Padahal dalam artikel itu tidak ada satu patah kata pun keterangan dari beliau,” ujar Anasrullah, Minggu 9 Juni 2024.
Kemudian, lanjut Anasrullah, media yang bandarlampung dengan tajuk “Lamsel Butuh Pemimpin Visioner dan Tangguh: Mampu Atasi Tantangan dan Siap Terima Kritik” melansir tulisan sejumlah kriteria pemimpin ideal di Lampung Selatan dikaitkan dengan tudingan atas permasalahan di Lampung Selatan saat ini.
Namun Anasrullah menyikapi artikel tersebut mengungkapkan masalah-masalah yang disebutkan itu tanpa menyajikan data dan sumber yang kongkret, faktual dan juga otentik.
Bahkan Anasrullah mengesankan tulisan tersebut hanya opini penulis dalam upaya menggiring pemikiran masyarakat untuk menjatuhkan atau menyudutkan figur tertentu.
“Itu berdasarkan sumber dan data dari mana? Kok di artikel itu disebutkan, Lamsel krisis infrastruktur dasar, seperti jalan, listrik, air bersih, dan sanitasi. Kemudian Akses pendidikan dan kesehatan yang terbatas, pengelolaan sumber daya alam yang tidak berkelanjutan, serta kerawanan terhadap bencana alam seperti banjir dan tanah longsor,” imbuhnya.
Anasrullah menegaskan, Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan tidak anti kritik. Tapi demikian hendaknya karya jurnalistik dapat disajikan sesuai dengan regulasi yang telah diatur, dan disertai juga dengan data yang objektif sebagai bahan masukan pemerintah daerah dari unsur mass media.
“Apalagi foto yang dipajang dalam artikel itu foto pak Bupati Nanang Ermanto. Ini kan upaya penggiringan opini untuk menyudutkan dan menjatuhkan, tapi tanpa disertai data dan sumber yang faktual juga kompeten,” kata mantan Kadis PPPA Lamsel ini.
Selain penerbitan berita diharapkan dengan sajian data dan sumber yang jelas, sambung Anasrullah, produk jurnalistik juga dituntut untuk profesional objektif dan berimbang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pers Nomor 40.
“Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia diwajibkan untuk menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ),” kata Anasrullah.
Lebih lanjut Anasrullah mengungkapkan sejumlah pasal dalam KEJ sebagai pedoman jurnalis dalam melakukan rutinitas pekerjaannya sehari-hari.
“Seperti Pasal 1 KEJ yang menyebutkan: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk,” tukas dia.
Kemudian pasal 2 KEJ yang menyebutkan: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
“Artinya, wartawan Indonesia dituntut untuk menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya. Dan juga rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang,” tuturnya.
Tak sampai disitu, Anasrullah juga mengaitkan dengan Pasal 3 KEJ yang berbunyi: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
“Maksudnya adalah menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. Kemudian berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional,” tukasnya lagi.
“Sedangkan opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. Lalu, asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang,” tambah Anasrullah.
Anasrullah menyatakan sangat menjunjung tinggi kemerdekaan dan kebesaran pers. Namun demikian, dia berharap dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
“Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia,” katanya. (*)
Komentar